Agar Tidak Boncos, Jangan Asal Terpengaruh Rekomendasi Saham Influencer
Di satu
sisi, pengaruh aksi para influencer ini sebetulnya dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan awareness masyarakat akan peluang investasi di pasar modal.
Terlebih selama ini, data pertumbuhan jumlah investor di pasar modal masih
tergolong rendah. Data total jumlah investor di pasar modal hingga tahun 2021
dibandingkan dengan total jumlah penduduk masih berada di bawah angka 5%,
walaupun sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Hal ini berarti
baru hanya kalangan terbatas saja yang dapat menikmati keuntungan berinvestasi
di pasar modal.
Tetapi menurut
Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Sumatera Utara (Sumut),
Pintor Nasution, para milenial, terutama sebagai calon investor perlu mengingat
agar sebaiknya tidak serta merta terpengaruh membeli saham atas dasar ikut –
ikutan portfolio yang dimiliki para selebritas.
“Mengapa
demikian? Penting untuk diketahui bahwa berinvestasi tidak terlepas dari risiko
yang harus dicermati. Apapun jenis produk investasinya, tidak ada investasi
yang tanpa risiko. Semakin tinggi potensi keuntungan, semakin tinggi pula
risiko investasi yang mengikuti (high return, high risk), demikian hal
sebaliknya,” ujar Pintor di Medan, Sabtu (20/2/2021).
Risiko dari
investasi saham sendiri dapat dikatakan termasuk dalam katagori tinggi. Secara
garis besar kata Pintor, beberapa risiko dalam berinvestasi saham dapat
dijelaskan dalam 3 (tiga) jenis risiko.
Pertama,
risiko capital loss, yakni kerugian dari hasil jual/beli saham yang dihitung
dari selisih antara nilai jual yang lebih rendah daripada nilai beli saham.
Misalnya, seorang investor membeli saham
PT ABC di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui sistem perdagangan online
di salah satu perusahaan sekuritas. Saham PT ABC dibeli pada harga Rp1.000 per
lembar saham. Dengan minimal pembelian saham sebanyak 1 lot yaitu 100 lembar
saham, jika investor membeli 10 lot saham, maka modal investasi menjadi sebesar
Rp1 juta. Kemudian, apabila dalam satu tahun kedepan harga saham mengalami
penurunan harga menjadi Rp900 per
lembar, dengan demikian investor mengalami capital loss atau kerugian sebesar
10%, atau total modalnya berkurang dari Rp1 juta menjadi Rp900 ribu.
Sebaliknya, apabila harga saham mengalami kenaikan menjadi Rp1.100 per lembar
saham, dengan demikian investor
mengalami capital gain, atau keuntungan dari modal yang diinvestasikan.
Maka dari
itu, apabila ada seorang influencer menyebutkan saham yang dibeli harganya naik
dan menguntungkan, sebaiknya investor tidak terburu-buru ikut membeli saham
tersebut, atau paling tidak cari tahu dulu bagaimana kinerja perusahaan itu di
masa depan. Apakah secara fundamental potensi peningkatan harganya wajar, atau
sebaliknya akan ada risiko penurunan harga secara mendadak.
“Tidak hanya
itu, perlu diwaspadai fluktuasi harga saham yang hanya dipengaruhi semata-mata
karena faktor permintaan dan penjualan di pasar saham,” katanya.
Dilanjutkannya,
risiko kedua dari investasi saham adalah risiko Opportunity Loss, yakni kerugian berupa
selisih suku bunga deposito dikurangi total hasil yang diperoleh dari
investasi, seandainya terjadi penurunan harga dan tidak dibaginya dividen.
Dividen merupakan laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham setiap
tahun, sesuai porsi kepemilikan masing-masing. Meskipun mencatatkan laba,
perusahaan tidak wajib membayar dividen kepada pemegang saham. Keputusan ada
pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menentukan penggunaan laba
perusahaan. Bisa saja laba usaha tidak dibagikan kepada pemegang saham, tetapi
digunakan untuk membiayai ekspansi usaha.
“Ketiga,
kerugian jika perusahaan dilikuidasi. Likuidasi artinya perusahaan dibubarkan
atau ditutup. Jika terjadi likuidasi, aset perusahaan akan dijual dan hasilnya
dibagikan untuk membayar utang perusahaan, baru yang tersisa dibagi kepada
pemegang saham. Demikian, jika nilai likuidasi yang dibagikan lebih rendah dari
harga beli saham, maka pemegang saham akan mengalami kerugian,” katanya.
Pintor menambahkan,
selain ketiga faktor di atas, dalam membeli saham, investor harus mencermati
risiko-risiko yang berkaitan dengan sektor usaha perusahaan yang sahamnya
hendak dibeli. Misalnya, saham perusahaan yang bergerak di sektor pariwisata,
saat pandemi Covid-19 cenderung tertekan dan mengalami risiko penurunan harga,
sejalan dengan kondisi perusahaan di sektor tersebut yang sedang kurang baik
kinerjanya.
Faktor
ekonomi, politik, sosial dan keamanan juga perlu dicermati menjadi pertimbangan
dari risiko, selain kinerja keuangan perusahaan masing-masing. Kesimpulannya,
jangan hanya memilih saham karena sekedar ikut – ikutan membeli, tetapi
pelajari dan analisa risikonya terlebih dahulu.
“Dalam
menganalisa risiko, pastikan untuk mencari informasi dari sumber terpercaya,
bahkan investor dapat bertanya kepada perusahaan sekuritas tempat investor
membuka rekening saham,” pungkasnya. (*)
(Medan)
Belum ada Komentar untuk "Agar Tidak Boncos, Jangan Asal Terpengaruh Rekomendasi Saham Influencer "
Posting Komentar