Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat, RUU PKS Perlu Segera Disahkan

Data ini mengemuka dalam Webinar Badan Keahlian DPR RI bertajuk “Bergerak Bersama Mewujudkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual", di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (9/3/2021).
Komnas
Perempuan menemukan, sebanyak 35 orang perempuan mengalami kekerasan seksual
setiap harinya. Dalam skala internasional, PBB mencatat 1 dari 3 perempuan
mengalami kekerasan seksual semasa hidupnya. Rentang 2016-2019 terdapat 55.273
kasus kekerasan yang dilaporkan, dimana 41 persen diantaranya termasuk
kekerasan seksual dan sisanya kasus perkosaan.
"Jadi
dapat dilihat bahwa Indonesia saat ini sudah berstatus darurat kekerasan
seksual. Sering dengan adanya pandemi Covid-19, kasus kekerasan terhadap
perempuan yang dilaporkan juga meningkat. UN Women bahkan mengungkap saat
kebijakan lockdown diterapkan, korban kekerasan seksual juga terperangkap
dirumah. Negara seperti Inggris meningkat 65 persen, termasuk Amerika Serikat
juga mengalami peningkatan," kata Sekjen DPR RI Indra Iskandar, saat
membacakan keynote speaker Ketua DPR RI Puan Maharani dalam webinar tersebut.
Meski kasus
kekerasan seksual banyak dilaporkan, tidak semua kasus tersebut dapat diproses
secara hukum. Dari seluruh kasus yang dilaporkan, hanya kurang 30 persen yang
dapat diproses secara hukum. Minimnya proses hukum menunjukkan banyaknya
kendala yang dihadapi dalam penegakkan hukum kekerasan seksual. Ditinjau dari
segi yuridis, kekerasan seksual diatur dalam beberapa aturan seperti KUHP, UU
Penghapusan KDRT, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPO),
hingga diatur dalam KUHAP.
Sayangnya
aturan yang terdapat dalam undang-undang tersebut belum memadai karena fokus
pada aspek pidana dan pemidanaan pelaku, sehingga masih kurang fokus pada
pemenuhan hak-hak korban dan pemulihan psikologis korban. Kendala lainnya,
terbatasnya definisi kekerasan seksual dalam hukum kita. Dari 15 jenis
kekerasan seksual yang sudah diidentifikasi Komnas Perempuan, belum semuanya
dapat diproses oleh sistem hukum yang berlaku.
"Dengan demikian jelaslah dari sisi yuridis-normatif, KUHP maupun undang-undang yang telah ada belum sepenuhnya mengakomodasi 15 jenis kekerasan seksual yang terjadi dalam masyarakat. Berdasarkan berbagai argumen tersebut, DPR mendukung adanya undang-undang khusus untuk mengatur mengenai penghapusan kekerasan seksual guna melindungi korban kekerasan seksual," lanjut Indra membacakan pernyataan Puan.
Masuknya RUU
Penghapusan Kekerasan (PKS) dalam Prolegnas Prioritas tahun 2021 menunjukkan,
DPR tetap berkomitmen mewujudkan undang-undang yang dapat melindungi dan
merehabilitasi korban kekerasan seksual, serta mencegah terjadinya kekerasan
seksual. DPR tidak mengingkari bahwa UU merupakan produk politik, banyak faktor
yang turut menentukan baik internal maupun eksternal dari pihak pemerintah. (*)
(Jakarta)
Belum ada Komentar untuk "Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat, RUU PKS Perlu Segera Disahkan"
Posting Komentar