Aksi Tutup Mulut Jurnalis, Tuntut Wali Kota Bobby Evaluasi Pengamanan

Unjuk rasa
yang dilakukan FJM adalah buntut dari dugaan intimidasi dan perintangan yang
dilakukan oleh tim pengamanan Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution pada Rabu
(14/4/2021) kepada dua orang jurnalis di Balai Kota Medan.
Unjuk rasa
yang sudah kali ketiga dilakukan ini berbeda dari aksi-aksi sebelumnya. Para
jurnalis tidak melakukan orasi seperti biasanya, tetapi kali ini hanya melakban
mulut sebagai simbol pembungkaman terhadap jurnalis. Massa juga membawa poster
yang berisi protes dan tuntutan.
Poster-poster
yang dibentangkan berisi pesan yang menohok seperti, ‘Medan Darurat Kebebasan
Pers’, ‘Tugas Pengamanan Wali Kota Medan Bukan Mengusir Jurnalis’. Poster
lainnya berisi pesan tentang ‘Intimidasi Jurnalis Langgar UU Pers’, ‘Jurnalis
Bukan Musuh’, ‘Stop Intimidasi Jurnalis’, ‘Halangi Jurnalis Khianati Demokrasi’,
‘Stop Perintangan Terhadap Jurnalis’ dan ‘Tim Kemanan Wali Kota Medan Harus
Belajar UU Pers’.
Tetap sama
seperti aksi-aksi sebelumnya, massa menuntut Bobby Nasution yang juga menantu
Presiden Joko Widodo itu meminta maaf kepada jurnalis atas tindakan anak
buahnya, terkhusus tim pengamanan. Para awak media itu pun meminta Wali Kota
Medan mengevaluasi sistem pengamanan di sekelilingnya.
“Kita
menutup mulut menggunakan lakban. Itu sebagai simbol, bahwa kebebasan pers di
Kota Medan telah tercoreng dan dibungkam. Beberapa waktu yang lalu, ada satu
bentuk pembungkaman, di mana terjadi pengusiran dan intimidasi terhadap dua
jurnalis yang sedang menjalankan tugas di Balai Kota. Atas tindakan tim
pengamanan itu, kita khawatir kerja-kerja jurnalistik dapat terganggu,” kata
Koordinator Aksi Daniel Pekuwali saat diwawancarai.
Jurnalis
salah satu media televisi swasta itu juga menegaskan, Forum Jurnalis Medan akan
terus melakukan unjuk rasa sampai tuntutan itu terpenuhi. Daniel juga mengajak,
seluruh jurnalis untuk sama-sama bersolidaritas mengampanyekan soal dugaan
intimidasi dan perintangan.
Tuntutan ini
juga harusnya menjadi atensi bagi seluruh pejabat publik agar mengingatkan
jajarannya supaya tidak menghalang-halangi tugas jurnalis. Apalagi, perintangan
terhadap kerja-kerja jurnalis adalah bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Ada hukuman pidana yang menanti bagi orang
atau pun oknum yang melakukan pelanggaran.
“Kondisi-kondisi
seperti ini tidak bisa kita biarkan. Jangan sampai profesi kita sebagai
jurnalis yang selama ini melakukan kritik, malah mendapat perlakuan
diskriminatif,” pungkasnya.
Aksi diam
para jurnalis berlangsung sekitar 30 menit. Aksi tersebut mendapat pengawalan
dari aparat kepolisian dan Satpol PP. Namun, hingga aksi selesai, Wali Kota
Medan Bobby Afif Nasution atau pun perwakilannya tidak juga menemui pengunjuk
rasa.
Seperti yang
ramai diberitakan sebelumnya, dugaan perintangan dan intimidasi ini terjadi
saat dua jurnalis Rechtin Hani Ritonga (Harian Tribun Medan) dan Ilham Pradilla
(Suara Pakar) hendak melakukan wawancara cegat (doorstop) kepada Bobby di Pemko
Medan, Rabu (14/4/2021) sore. Mereka menunggu Bobby di depan pintu masuk lobby
depan.
Selang
beberapa saat, mereka didatangi oleh Satpol PP yang mengatakan mereka tidak
boleh mewawancarai Bobby. Satpol PP itu mengatakan, untuk melakukan wawancara
harus memilik izin. Hani dan Ilham tetap menunggu Bobby.
Sekitar
pukul 17.00 WIB, Hani dan Ilham mendekat ke pintu lobi. Karena mereka melihat
ada tanda-tanda Bobby akan turun. Petugas pengamanan dari kepolisian dan
Paspampres kemudian mengusir mereka. Petugas pengamanan kembali
mengatakan soal izin wawancara, bukan di dalam jam kerja, dan mengganggu
kenyamanan dan ketertiban.
Saat itu,
Hani merasa diintimidasi karena salah satu Paspampres membentaknya untuk
mematikan dan meminta menghapus rekaman kejadian. Rekannya Ilham juga diminta
mematikan rekaman video.
Sebelumnya,
Komandan Paspampres Mayjen Agus Subianto sudah menyampaikan klarifikasinya.
Agus menyampaikan, dua jurnalis itu dianggap sebagai orang yang masuk ke Pemko
Medan tidak sesuai dengan prosedur.
“Di awali
datang 2 orang, masuk ke pemkot tidak sesuai prosedure dan tidak menggunakan
tanda pengenal, kwmudian dicegah oleh polisi dan satpol PP, kemungkinan ditegur
tidak terima,” ujar Agus lewat pesan singkat, Kamis (15/4/2021).
Wali Kota
Bobby Afif Nasution dalam wawancaranya dengan awak media, Jumat (16/4/2021)
malam menanggapi soal tuntutan permintaan maaf kepada awak media. Namun dari
jawaban yang disampaikan, Bobby tampaknya enggan meminta maaf.
“Tadi sudah
saya sampaikan, yang penting ini, apa yang disampaikan ini, apa yang
dikeluhkanlah kita bilang yah, tersampaikan dan dijalankan. Kalau tak
dijalankan baru, silahkan nanti. Ini sudah kita berikan tempatnya. Kita sudah
berikan apa yang menjadi persoalan teman-teman. Mungkin ada yang tidak pakai
bed, tak ada tanda pengenal. Ayo kita sama-sama mengikuti. Jangan cari siapa
yang salah. Tapi kita cari penyelesaian permasalahan. Udah itu saja,” ujar
Bobby dalam kesempatan itu.
Untuk
diketahui, jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya dilindungi
oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 18
Undang-Undang Pers menyatakan setiap orang yang dengan sengaja melakukan
tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan
kerja-kerja jurnalistik dapat dipidana kurungan penjara selama dua tahun, atau
denda paling banyak Rp500 juta. (*)
(Medan)
Belum ada Komentar untuk "Aksi Tutup Mulut Jurnalis, Tuntut Wali Kota Bobby Evaluasi Pengamanan"
Posting Komentar