Kerja Keras Martalina Siapkan Bahan Pelajaran, Berburu Sinyal Hingga Titipkan Telepon Genggam ke Sopir Angkutan

Lensamedan - Keterbatasan sinyal telekomunikasi, tak menghalangi Martalina Ginting untuk mencerdaskan anak bangsa. Ia satu dari sekian ratusan guru di Sumatera Utara (Sumut) yang layak diapresiasi. 

Perjuangannya untuk mencerdaskan anak-anak di Kabupaten Karo bukanlah hal yang mudah. Tiga kali dalam seminggu, ia harus menitipkan telepon genggamnya ke sopir angkutan untuk dibawa ke Kabanjahe, yang sinyalnya lebih stabil, sehingga bahan materi pelajaran dapat diunduh sang sopir.

Perjuangan ini dilakukan wanita berdarah Karo itu agar materi pelajaran ke anak didik di kampungnya sampai. 

Sekolah dasar tempat Martalina mengabdi sebagai guru sejak tahun 2014 itu terletak di Desa Pola Tebu Kecamatan Kutabuluh. Berada di balik Gunung Sinabung dan berjarak 52,8 kilometer dari Kabanjahe dengan waktu tempuh 1 jam 59 menit. 

Sekolah ini merupakan kelas jauh dari SD Negeri yang berlokasi di Desa Negeri Jahe yang juga berada di Kecamatan Kutabuluh.

“Status aku waktu pertama ngajar itu masih honorer,” kata Martalina ketika dihubungi lewat pesan singkat, Jumat (9/12/2022). 

Martalina bercerita, desa yang mayoritas penduduknya bertani itu awalnya tidak terjangkau sinyal telekomunikasi sama sekali. Untuk bisa berkomunikasi dengan keluarga maupun atasannya, ia harus berjalan kaki 1 kilometer.

“Tapi kadang, sinyalnya pun tak ada, apalagi kalau cuaca buruk,” tuturnya. 

Sebenarnya, sejak 6 bulan lalu, sinyal telekomunikasi sudah masuk ke desa yang ditinggali 1.200 jiwa ini. Hanya saja, pemancar yang berdiri ternyata belum mampu bekerja stabil. Tiang listrik yang sering tumbang menjadi penyebab pemancar tidak berfungsi.

Karena itu, pilihan menitipkan telepon genggam ke sopir angkutan menjadi pilihan utama Martalina dan guru-guru lainnya di desa agar bahan pelajaran tidak ketinggalan. Apalagi pada saat pandemi, tidak ada buku pelajaran di sekolah.

“Kami guru di SD ini ada 10 orang, Jadi setidaknya ada 10 telepon genggam yang dibawa-bawa abang sopir itu, dan syukurnya tak ada biaya titip,” ujar Martalina. 


Permasalahan Martalina ini mendapat respons dari Head of Regional Sumatera IOH, Fahd Yudhanegoro. 

Menurutnya, di tahun 2023 mendatang, IOH menargetkan bisa menjangkau 90% populasi di Sumut. Saat ini, jangkauannya masih berkisar di angka 80%-an.

“Jadi kalau pun misalnya  di sana belum ada jaringan kita, tahun depan kita pembangunan, bisa kita sertakan juga,” kata Fahd.

Fahd mengakui, target untuk tahun 2023 tersebut memang lumayan ambisius. Karena selain menambah site yang diwujudkan dalam bentuk penambahan menara pemancar, pihaknya juga akan menambahkan serat optik (fiber optic), termasuk menyiapkan radio jika belum ada jaringan serat optik. 

“Tidak hanya di perkotaan, tapi di daerah kecamatan dan pegunungan kita kerjakan,” sebut Fahd. 

Tak hanya itu, lanjutnya, penggabungan Indosat Oreedo dengan Hutchison juga memungkinkan mereka untuk tidak hanya menggunakan satu kabel, tetapi diupayakan menggunakan dua kabel. Sehingga jika satu kabel putus, maka akan ada kabel yang lain. 

“Kami menyebutnya dengan istilah kaki (leg). Dan alhamdulillah, di Sumatera ini sekitar 90% sudah double leg. Kita menuju 100% supaya semuanya bisa double leg, jadi ada back up,” lanjutnya. 

Fahd mengakui ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam mempersiapkan jaringan komunikasi yang handal di wilayah Sumut, terutama di kota-kota kecil, pedalaman dan remote area.

Gangguan listrik yang sering padam mengakibatkan menara pemancar yang dibangun tidak bisa bekerja secara terus menerus, meski sudah dilengkapi dengan baterai mau pun solar panel.

“Tapi mudah-mudahan ini semakin bisa kita atasi, karena kita sudah jalin kerja sama dengan PLN,” katanya. 

Pada kesempatan yang sama, VP Direct Sales & Retail IOH, Budiono, menjelaskan, penambahan jaringan untuk menjangkau populasi biasanya memang didasarkan kepada potensi. Hal ini jika pembangunan didasarkan kepada AOP atau berdasarkan anggaran yang disiapkan. 

Tetapi IOH juga punya kewajiban melakukan pembangunan jaringan di daerah yang masuk kategoti daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terjauh).

“Nah, daerah-daerah ini lah yang tidak kita hitung secara komersial, karena di situ juga ada peran pemerintah melalui  Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti)  yang akan memberikan daftar desa yang membutuhkan jaringan kepada operator, termasuk kami,” terangnya.

Saat ini untuk wilayah Sumut, IOH sudah menyiapkan perangkat telekomunikasi di 6 desa 3 T yang tersebar di Kabupaten Labuhanbatu dan juga Tapanuli Selatan.  (*)


(Medan) 


Belum ada Komentar untuk "Kerja Keras Martalina Siapkan Bahan Pelajaran, Berburu Sinyal Hingga Titipkan Telepon Genggam ke Sopir Angkutan "

Posting Komentar

Silaturahmi ke PSI Sumut, Rico Waas: Banyak Pikiran Konstruktif yang Didapat Saat Pertemuan

LensaMedan - Calon Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas (Rico Waas) menyambangi Kantor DPW PSI Provinsi Sumut, di Jalan Sei Blutu, Meda...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel