Adian Napitupulu: Jangan Kambing Hitamkan Thrifting sebagai Pembunuh UMKM Tekstil
Termasuk aat membangun desa wisata dan rumah berlantai marmer, pagar stainless, besi WF dari bekas bongkaran rumah dan gudang.
Bagi Adian, membeli bahan bangunan bekas merupalan bagian dari komitmen menyelamatkan bumi dengan mengurangi sekian meter pemotongan gunung marmer dan mengurangi penebangan pohon untuk furnitur.
“Gerilya pakaian bekas, khususnya jaket kulit menjadi hiburan tersendiri untuk saya, bahkan saya menganggapnya sebagai wisata yang menyegarkan karena menemukan banyak model unik yang tidak di dapat di mal, pasar bahkan Tanah Abang sebagai pasar pakaian terbesar di Asia Tenggara,” ujar Adian Napitupulu saat dihubungi, Sabtu (18/3/2023).
Karena itu, Adian mempertanyakan atas dasar apa para menteri mengeluarkan pertanyaan kalau dikatakan bahwa pakaian bekas (Thrifting) itu membunuh UMKM.
Menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, impor pakaian jadi dari Cina menguasai 80% pasar di Indonesia.
Sebagai contoh, di tahun 2019 impor pakaian jadi dari Cina 64.660 ton sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 % dari impor pakaian jadi dari Cina.
Di tahun 2020 impor pakaian jadi dari Cina sebesar 51.790 ton sementara pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13% dari impor pakaian dari Cina.
Tahun 2021 impor pakaian jadi dari Cina 57.110 ton sementara impor pakaian bekas sebesar hanya 8 ton atau 0,01% dari impor pakaian jadi dari Cina.
Jika impor pakaian jadi dari Cina mencapai 80% lalu pakaian jadi impor Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15%, maka sisa ruang pasar bagi produk dalam negeri cuma tersisa maksimal 5% itupun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan pakaian bekas impor.
Dari 417 ton impor pakaian bekas itu pun tidak semuanya bisa dijual ke konsumen karena ada yang tidak layak jual. Rata rata yang bisa terjual hanya sekitar 25% hingga 30% saja atau dikisaran 100 ton saja.
Jika dikatakan bahwa pakaian bekas impor itu tidak membayar pajak maka itu juga bisa diperdebatkan karena data yang saya sampaikan di atas adalah data BPS yang tentunya juga harus tercatat juga di bea cukai.
“Dari seluruh angka diatas maka sesungguhnya UMKM kita dibunuh siapa? Mungkin urut urutannya seperti ini. UMKM 80% di bunuh pakaian jadi impor dari Cina, sementara pakaian jadi impor Cina saat ini tidak dibunuh, tapi sedang digerogoti oleh pakaian bekas impor,” tanyanya.
Karena itu, Adiab mempertanyakan siapa sesungguhnya yang dibela oleh Mendag dan Menkop UMKM. Industri pakaian jadi di negara Cina atau UMKM Indonesia.
“Kenapa para menteri itu berlomba lomba mengejar, membakar dan menuduh pakaian bekas itu menjadi tersangka tunggal pelaku pembunuhan UMKM? Kenapa para menteri itu tidak berupaya mengevaluasi peraturan dan jajarannya untuk memberi ruang hidup lebih besar, melatih cara produksi, cara marketing bahkan kalau perlu membantu para UMKM itu menerobos pasar luar negeri. Sekali lagi, mencari kambing hitam memang jauh lebih mudah dari pada memperbaiki diri,” tanyanya lagi.
Dari data yang dilansir BPS, Politisi PDI Perjuangan ini mengaku tidak menemukan argumentasi rasional upaya pemburuan pelaku Thrifting selain dari permintaan para importir pakaian jadi yang menguasai 80% pasar Indonesia..
“Saya berharap, semoga para menteri tidak memberi data dan cerita yang tidak benar pada Presiden, terkait dampak pakaian bekas impor terhadap UMKM dan dampak pakaian baru impor dari Cina,” pungkasnya. (*)
(Bali)
Belum ada Komentar untuk "Adian Napitupulu: Jangan Kambing Hitamkan Thrifting sebagai Pembunuh UMKM Tekstil"
Posting Komentar