PDI Perjuangan Nilai Disharmoni Edy-Ijeck Jadi Pelajaran Penting dalam Memilih Calon Pemimpin


Lensamedan – PDI Perjuangan Sumatera Utara (Sumut) menekankan bahwa pola kepemimpinan harus diawali dengan konsepsi dasar mengenai harmonisasi pemimpin dalam membangun program mengenai apa yang akan dibangun.

Tanpa adanya harmonisasi pemimpin, maka tidak ada pelayanan publik yang akan mampu dilaksanakan dengan baik.

Penekanan ini disampaikan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut, Sutarto pada Diskusi Publik ‘Refleksi akhir Masa Kepemimpinan ERAMAS’ di Serayu Coffe, Medan, Senin (4/9/2023).

“Disharmoni yang terjadi antara Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah menjadi pembelajaran kepada publik. Pelayanan publik hanya terselenggara baik jika ada harmoni pemimpin,” katanya.

Secara politik kata Sutarto, PDI Perjungan kerap memberikan kritik kepada Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah terkait tata kelola pemerintahan. 

Banyaknya jabatan pimpinan OPD yang diduduki oleh pejabat berstatus plt menurutnya menjadi salah satu sorotan mereka lewat Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Sumut.

“Banyak pemimpin OPD yang plt itu juga menunjukkan tata kelola birokrasi yang tidak baik di masa kepemimpinan ERAMAS,” ujarnya.

Meski demikian lanjut Sutarto, pihaknya tidak bisa gegabah menlai apakah dengan kondisi ini Edy Rahmayadi masih layak untuk maju kembali di Pilgubsu 2024.

“Yang pasti kalau mengenai sosok yang akan diusung, PDI Perjungan sangat terbuka bagi seluruh sosok yang ingin membangun Sumatera Utara ini. Kader PDI Perjuangan juga cukup banyak untuk membangun Sumut ke depan,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris DPD Partai Gerindra Sumut, Sugiat Santoso menyebutkan bahwa Edy Rahmayadi menjadi sosok jenderal yang gagal dalam memimpin Sumut dalam kurun 5 tahun kepemimpinannya.

Tata kelola birokrasi yang ditandai dengan kekacauan dalam penempatan pejabat menjadi salah satu fakta yang tidak terbantahkan mengenai hal itu.

“Edy Rahmayadi menjadi pemimpin Sumatera Utara terburuk dalam sejarah,” kata Sugiat Santoso.

Sugiat tidak membantah jika Partai Gerindra menjadi salah satu pendukung Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah saat maju pada Pilgubsu 2018 lalu. 

Hal ini tidak terlepas dari tingginya ekspektasi mereka terhadap sosok Edy Rahmayadi yang memiliki karir politik mentereng diantara Pangdam I/BB dan Pangkostrad.

“Karir jenderalnya itu kan membuktikan kalau jiwa kepemimpinan dia itu tidak diragukan lagi. Namun faktanya, semua rusak dibuatnya. Sebagai seorang Jenderal, persoalan narkoba saja di Sumut tidak bisa dituntaskannya,” ungkapnya.

Buruknya kepemimpinan Edy menurut Sugiat masih berpotensi berimbas hingga beberapa waktu kedepan. Salah satunya yakni persoalan pembangunan infrastruktur dan pembangunan stadion untuk PON XXI 2024 mendatang.

“Kalau sampai kita gagal menjadi tuan rumah pon 2024 mendatang, maka itu adalah karena kegagalan Edy Rahmayadi yang tidak mampu melobi pusat dan kacau balau dalam melakukan proses pembangunan stadion mulai dari pembayaran ganti rugi dan pembangunan fisik. Bisa disimpulkan, Edy Rahmayadi menjadi jenderal yang gagal memimpin Sumtera Utara,” pungkasnya. (*)


(Medan)


Belum ada Komentar untuk "PDI Perjuangan Nilai Disharmoni Edy-Ijeck Jadi Pelajaran Penting dalam Memilih Calon Pemimpin "

Posting Komentar

Indosat Ooredoo Hutchison Gelar Indonesia AI Day 2024

  LensaMedan -  Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) mempersembahkan “Indonesia AI Day 2024”, yang akan menjadi momentum penting dal...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel