Roni Prima Panggabean: Putusan MK Soal Batas Usia Capres dan Cawapres Ambigu

Lensamedan - Roni Prima Panggabean menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia calon presiden, calon wakil presiden (capres-cawapres) ambigu. Penegasan tersebut disampaikan prakatisi hukum asal Sumatera Utara (Sumut) itu menjawab sejumlah wartawan perihal sikap MK yang memutus gugatan batas usia capres-cawpres, Sabtu, (21/10/2023).

Sebab, menurut Roni, putusan MK soal batas usia itu multitafsir dan menimbulkan polemik berkepanjangan. Padahal, jauh sebelum Almas Tsaqib Birru menguggat soal batas usia capres-cawapres, MK dengan tegas menolak gugatan tersebut.

"Namun anehnya, mengapa MK mengabulkan gugatan mahasiswa asal Solo tentang batas usia capres-cawapres," ujar Roni.

Berdasarkan hal itu, lanjut dijelaskan praktisi hukum yhang juga pemerhati pelayanan publik tersebut, MK dalam hal ini terkesan politis.

"Mengapa saya katakan demikian, karena, dalam melakukan perubahan Undang-undang secara instan dan tidak melibatkan partisipasi publik, maka sikap MK dalam hal ini inkonsisten," jelsasnya.

Mengapa demikian, ungkap Roni, MK menolak mengabulkan dengan tegas permohonan pemohon dalam putusan perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 dengan dalil bukan merupakan permasalahan konstitusional tapi open legal policy.

"Namun, putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 yang secara substansi mempersoalkan pasal yang sama, malah mengabulkan sebagian. 
Polemik ini juga jelas terlihat karena adanya dissenting opinion Hakim Konstitisi Prof Arief Hidayat, Saldi Isra, dan Wahidudin Adams," ungkap Ketua Lembaga kajian Regulasi dan Advokasi Penegakan Hukum ini. 

Diterangkan Roni, Arief Hidayat memiliki pandangan yaNg ganjil dalam proses pengambilan keputusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur soal batas usia capres-cawapres.

"Dalam amar putusan, 16 Oktober 2023, MK menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi: Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Karena keputusan yang kontroversial itu, hakim MK dilaporkan ke Majelis Kehormatan MK," terangnya.

Karena keputusan yang diambil di penghujung pendaftran capres-cawapres itu, Roni mencurigai ada yang tidak beres dengan MK. 

"Apa yang menjadi pertimbangan MK memutus dan mengubah secara drastis putusan a quo di penghujung pendaftaran capres dan cawapres ? Ada apa dibalik ini semua?," lirihnya.

Oleh karena itu, Roni Prima Panggabean menduga ada penyelundupan hukum dan MK dalam hal ini telah melampaui wewenanganya dengan mengubah putusan tersebut.

Polemik selanjutnya, sebut Roni, Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, kepala daerah yang mau maju Pilpres 2024 wajib minta izin kepada Presiden.

Idham menjelaskan, aturan tersebut tertuang dalam Pasal 171 ayat 1 dan 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Artinya, bola panas ada pada Presiden RI yaitu Jokowi.

"Undang-undang, bentuk peraturan, termasuk mengubah peraturan, harus konsultasi dengan DPR. Jika tidak dilakukan konsultasi, perubahan tersebut dapat menimbulkan cacat hukum dan dapat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA)," sebut Roni.

Oleh sebab itu, Roni Prima Panggabean dengan tegas mengatakan, keputusan yang menyangkut undang-undang tentunya harus direvisi di DPR. Sedangkan KPU, memiliki payung hukum dalam menerbitkan Peraturan KPU (PKPU).

"Polemik selanjutnya, DPR memasuki masa reses mulai Rabu (4/10/2023) hingga Senin 30 Oktober 2023. Artinya, dengan harus dilakukannya konsultasi dengan DPR sementara saat ini sedang masa reses maka putusan MK tersebut jika dipaksakan untuk dilakukan akan menjadi inkonstitusi yang seharusnya MK  menjadi benteng terkahir penegakan konstitusi bukan malah menimbulkan polemik gunjang-ganjing dinamika politik," tegas Roni Panggabean.

Sebagaiaman diketahui, MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

Dalam pasal yang diuji materil mengatur batas usia minimal capres dan cawapres. Dalam putusannya, MK menetapkan syarat pendaftaran capres-cawapres harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Keputusan inilah yang dinilai banyak pihak ambigu, inkonstitusional dan lain sebagainya.

(Medan) 

Belum ada Komentar untuk "Roni Prima Panggabean: Putusan MK Soal Batas Usia Capres dan Cawapres Ambigu"

Posting Komentar

LP3MI Minta Kapolres Taput Segera Dicopot

LensaMedan - Kapolres Tapanuli Utara (Taput) , AKBP Ernis Sitinjak, diminta untuk segera memberantas praktik penyalahgunaan narkoba dan prak...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel