Tertopang Sentimen Inflasi Indonesia yang Turun, IPOT Rekomendasikan 5 Saham untuk Trading Minggu Ini


 Lensamedan - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada minggu lalu (25-29 September 2023) masih belum kuat  sehingga terkoreksi -0,8% dan ditutup negatif pada akhir perdagangan Jumat di level 6.939. 

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas ( IPOT ), Dimas Krisna Ramadhani, menjelaskan ada sejumlah sektor yang menjadi penopang dan pengganggu laju IHSG.

Ia menyebutkan IHSG pada minggu lalu ditopang sektor consumer non-cyclical karena emiten CPIN yang naik 9% dan JPFA 8% dan sektor technology karena DMMX yang naik 10% dalam seminggu dan 69% dalam sebulan terakhir. 

Hal ini bertentangan dengan sentimen negatif yang ada karena afiliasinya sedang ramai diberitakan terkait Kresna Life. 

Sementara itu, sektor yang menahan laju IHSG datang dari sektor basic materials, seperti BRPT yang justru turun pada saat bursa karbon diresmikan dan sektor Healthcare yang belum memperlihatkan adanya sentimen terbaru setelah RUU Kesehatan lalu. 

Hingga saat ini belum ada tanda-tanda uptrend untuk sektor kesehatan.

Lebih jauh, Dimas menyebutkan tiga sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG pada minggu lalu yakni sentimen bursa karbon, yield obligasi berjangka 10 tahun US yang naik dan Core PCE MoM.

Ia menjelaskan IDX resmi menjadi badan penyelenggara bursa karbon pada 26 September dan pada saat Selasa kemarin semua saham yang terkait sentimen positif bursa karbon ini justru menurun seperti BRPT, PGEO, KEEN dan ARKO.

"Tampaknya news ini dijadikan ajang jualan bagi para market movers saham tersebut  atau sell on news, meskipun secara overall trend saham tersebut masih uptrend dalam 1 bulan terakhir," tegasnya merujuk pada sentimen bursa karbon di Jakarta, Selasa (3/10/2023).

Sementara itu terkait sentimen yield obligasi berjangka 10 tahun US yang naik, terangnya, ini merupakan level tertinggi dalam 15 tahun terakhir yang berada di level 4,54%, dimana pada tahun 2007, yield obligasi (US treasury) berada di level 4,57%. 

Ia menjelaskan hal ini dipicu oleh prospek suku bunga yang masih akan tinggi dalam jangka panjang.

sehingga membuat aliran dana asing keluar (capital outflow) di pasar uang maupun pasar saham Indonesia. 

Sentimen terakhir di minggu lalu yakni, Core Personal Consumption Expenditure (PCE) MoM, dimana indikator yang digunakan The Fed untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat inflasi tidak memasukkan harga food and energy dalam perhitungannya sehingga menggambarkan pengeluaran konsumsi yang lebih akurat (food and energy lebih volatile). 

Secara bulanan Core PCE naik 0,1% (kenaikan terendah sejak Nov-2020) yang lebih rendah dari consensusnya sekaligus bulan sebelumnya yaitu 0,2%.

Tiga Sentimen Minggu Ini

Berbicara tentang potensi market pada minggu ini, Dimas memprediksi pergerakan IHSG pada pekan ini akan bergerak di zona konsolidasi dengan support di level 6.925 dan resist di 7.000 dengan 3 sentimen utamanya yang wajib diperhatikan para trader.

Yakni resolusi anggaran US, inflasi tahunan Indonesia dan data ketenagakerjaan US.

Terkait resolusi anggaran US, jelasnya, pada minggu kemarin pasar menghadapi sentimen yang membuat pergerakan sangat volatil yaitu potensi government shutdown yang disebabkan pendanaan kepada pemerintah AS hingga akhir tahun fiskal ini. 

"Meskipun pada Rabu kemarin para anggota parlemen sudah menunjukkan kemajuan, namun kepastian apakah pemerintah AS akan tetap mendapatkan pendanaan baru akan ditentukan awal pekan ini. Menurut Moody's, apabila terjadi shutdown akan menjadi peristiwa yang negatif bagi AS dan global dan apabila terjadi shutdown maka AS berpotensi mengalami shutdown yang keempat kalinya dalam 1 dekade terakhir," jelasnya.

Sementara itu terkait sentimen inflasi tahunan Indonesia, tingkat inflasi tahunan Indonesia untuk September turun di level 2,28% Vs 3,27% pada Agustus. 

"Dampak kenaikan harga minyak mentah baru akan tercermin pada tingkat inflasi di Oktober, dimana tepat 1 Oktober ini pemerintah kembali menaikkan harga bensin non-subsidi. Namun begitu, tingkat inflasi saat ini sudah sesuai dengan target pemerintah yaitu 3% plus minus 1," terangnya.

Adapun sentimen data ketenagakerjaan US, terang Dimas, dalam 3 bulan terakhir data ketenagakerjaan AS (Non-Farming Payroll) mencatatkan angka di bawah ambang batas yang ditetapkan (200.000). 

Hal ini mengindikasikan pelonggaran bertahap kondisi tenaga kerja AS yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga The Fed. 

"Pada September, non-farm payroll diperkirakan akan mencatatkan angka sebesar 163.000. Jika konsensus ini sesuai maka angka ini turun dari bulan sebelumnya yang berada di angka 187.000 dan diharapkan mampu membuat target inflasi AS segera tercapai.,” tambahnya.

Berkaca pada data-data ekonomi dan 3 sentimen menarik di atas, PT Indo Premier Sekuritas merekomendasikan 5 saham untuk trading pada minggu ini yang akan berlangsung hingga Jumat, 6 Oktober 2023.

Yakni Buy on Breakout AMMN (Support: 5.500, Resistance: 7.000), Buy on Breakout PANI (Support: 4.300, Resistance: 5.200), Buy on Breakout INKP (Support: 10.000, Resistance: 11.850),  Buy on Breakout WIIM (Support: 2.500, Resistance: 3.100) dan Buy BBNI (Support: 10.200, Resistance: 10.600). (*)


(Jakarta)


Belum ada Komentar untuk "Tertopang Sentimen Inflasi Indonesia yang Turun, IPOT Rekomendasikan 5 Saham untuk Trading Minggu Ini"

Posting Komentar

Lima Belas Objek Vital Nasional Peroleh Sertifikat Audit Sistem Manajemen Pengamanan

LensaMedan - Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri memberikan sertifikat Audit Sistem Manajemen Pengamanan kepada 15 objek vital nasion...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel