Jumlah Penduduk Miskin Sumut Turun, BPS: yang Berkurang di Perkotaan, di Pedesaan Justru Bertambah
LensaMedan - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatra Utara (Sumut) mencatat angka kemiskinan Sumut pada Maret 2024 mengalami penurunan sebesar 0,16 poin jika dibandingkan Maret 2023, atau dari 8,15% menjadi 7,99%.
Statistisi Utama BPS Sumut, Misfarudin, mengatakan, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2024 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Sumut sebanyak 1.228,01 ribu jiwa atau sebesar 7,99% terhadap total penduduk.
Jumlah penduduk miskin tersebut menurun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2023 yang mencatatkan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.239,71 ribu jiwa atau sebesar 8,15%.
Secara umum, pada periode Maret 2023–Maret 2024 tingkat kemiskinan di Sumut secara linier cenderung menurun meskipun terjadi fluktuasi dalam jumlah maupun persentase penduduk miskin.
"Dari Susenas ini diperoleh data bahwa terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 11,7 ribu jiwa, dengan penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0,16 poin," ujar Misfarudin di Medan, Sabtu (6/7/2024).
Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, kata Misfarudin, pada periode Maret 2023 - Maret 2024, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sebanyak 12,5 ribu jiwa, sedangkan di perdesaan justru bertambah sebanyak 0,8 ribu jiwa.
"Hal ini dikarenakan pola konsumsi masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan sudah tidak jauh berbeda," terangnya.
Sementara itu, jika dilihat dari garis kemiskinan, pada Maret 2024 garis kemiskinan di Sumut sebesar Rp.642.423,- per kapita per bulan.
Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp.667.922- per kapita per bulan, dan untuk daerah perdesaan sebesar Rp.610.264,- per kapita per bulan.
Jika dibandingkan dengan garis kemiskinan Maret 2023 (Rp. 602.999,-/kapita/bulan), garis kemiskinan Sumut naik sebesar 6,54%.
Garis kemiskinan di daerah perkotaan naik 6,56% dan garis kemiskinan di perdesaan juga naik sebesar 6,41%.
Garis kemiskinan adalah besaran jumlah rupiah yang ditetapkan sebagai suatu batas pengeluaran minimal untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang.
Garis kemiskinan sangat dipengaruhi oleh faktor harga pasar komoditi yang dibeli dan dikonsumsi, yang cenderung naik dari waktu ke waktu, sehingga garis kemiskinan cenderung meningkat juga dari waktu ke waktu.
"Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan," terangnya.
Pada Maret 2024, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya hampir sama.
Beras masih berperan sebagai penyumbang terbesar Garis Kemiskinan baik di perkotaan (22,54%) maupun di perdesaan (30,41%).
Termasuk juga rokok kretek filter sebesar 12,43% untuk daerah perkotaan, dan sebesar 10,42% untuk daerah pedesaan.
"Sementara untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan masih berperan sebagai penyumbang terbesar Garis Kemiskinan baik di perkotaan (6,13%) maupun di perdesaan (5,70%)," tuturnya.
Misfarudin melanjutkan, persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Indeks kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Sementara indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
"Karena itu, selain harus mampu mengurangi jumlah penduduk miskin, kebijakan yang menyangkut kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan," tegasnya.
Pada periode Maret 2023 - Maret 2024, secara total Indeks Kedalaman Kemiskinan menunjukkan penurunan dari 1,261 menjadi 1,227, namun jika dilihat berdasarkan wilayah, terlihat penurunan di perkotaan dan peningkatan di perdesaan.
Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukkan penurunan, dari 0,324 menjadi 0,302 pada periode yang sama.
Penurunan nilai indeks kedalaman kemiskinan ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran konsumsi penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan.
Sementara penurunan nilai indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan bahwa ketimpangan pengeluaran konsumsi antara penduduk miskin semakin berkurang.
Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan pengeluaran konsumsi rumahtangga miskin di sekitar garis kemiskinan mampu mengangkat mereka keluar dari garis kemiskinan.
Keadaan tersebut didukung pula oleh semakin berkurangnya kesenjangan rata-rata pengeluaran konsumsi antar rumahtangga miskin. (*)
(Medan)
.
Belum ada Komentar untuk "Jumlah Penduduk Miskin Sumut Turun, BPS: yang Berkurang di Perkotaan, di Pedesaan Justru Bertambah"
Posting Komentar