Dulu Disantap Para Raja, Pucuk Rotan Kini Jadi Primadona di Bulan Ramadan
LensaMedan – Bulan Ramadan selalu menjadi momen spesial bagi umat muslim di Indonesia untuk menikmati berbagai kuliner atau masakan khas daerah. Salah satu kuliner tradisional yang selalu dicari saat berbuka puasa, terutama di kalangan perantau dari Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) adalah pakat atau pucuk rotan muda.
Tak sekadar menjadi menu berbuka puasa, pakat juga dipercaya memiliki manfaat kesehatan yang luar biasa. Hidangan ini diyakini dapat meningkatkan nafsu makan serta menghilangkan rasa haus setelah seharian menahan lapar dan dahaga.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika selama bulan Ramadan, permintaan pakat meningkat drastis, menjadikannya salah satu makanan yang paling diburu di Kota Medan.
Meski bukan makanan yang asing, pakat tetap memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Tabagsel yang tinggal di perantauan. Hidangan ini dapat dengan mudah ditemukan di berbagai lokasi di Medan saat bulan puasa Ramadhan, salah satunya di sepanjang Jalan Sisingamangaraja.
Salah seorang pedagang pakat di kawasan tersebut Raja Hasibuan mengungkapkan bahwa setiap hari selama Ramadan, ia mampu menjual tujuh ratus hingga seribu batang pucuk rotan muda.
"Permintaan sangat tinggi, terutama dari masyarakat Tabagsel yang tinggal di Medan. Setiap hari saya bisa menjual ribuan batang," ujar Raja Hasibuan, Rabu (5/3/2025).
Menurutnya, satu batang pakat dijual dengan harga Rp4.000. Meski sederhana, hidangan ini tetap menjadi incaran utama masyarakat untuk berbuka puasa.
"Pakat ini bukan sekadar makanan, tapi juga bagian dari tradisi yang diwariskan turun-temurun. Rasanya yang khas membuat banyak orang merindukannya, terutama mereka yang jauh dari kampung halaman," tambahnya.
Menurut Raja Hasibuan, pakat dulunya merupakan hidangan istimewa yang hanya disajikan dalam upacara adat oleh para raja di Tabagsel. Namun, seiring waktu, makanan ini semakin populer dan bisa dinikmati oleh siapa saja, terutama saat bulan Ramadan.
"Dulu pakat hanya ada di acara adat dan disantap oleh para raja. Sekarang, makanan ini sudah menjadi bagian dari budaya kuliner sehari-hari, terutama saat berbuka puasa," ujarnya.
Selain karena cita rasanya yang khas, pakat juga dipercaya memiliki berbagai manfaat kesehatan.
Seperti yang dikatakan Ali, seorang pembeli asal Mandailing Natal mengungkapkan bahwa hidangan ini sudah menjadi bagian dari kebiasaan masyarakat Tabagsel saat berpuasa.
"Sejak kecil saya sudah terbiasa makan pakat setiap Ramadan. Makanan ini bukan hanya enak, tapi juga bisa menambah nafsu makan dan menghilangkan rasa haus setelah seharian berpuasa," ujar Ali saat beli pucuk rotan.
Dijelaskannya, keunikan Pakat terletak pada rasa pahitnya yang khas. Meskipun demikian, justru itulah yang membuat banyak orang menyukainya. Biasanya, pakat disantap dengan sambal kecap sebagai lalapan atau diolah menjadi gulai yang dicampur dengan ikan sale.
"Pakat yang dimasak dengan ikan sale memiliki rasa yang luar biasa. Pahitnya berpadu dengan gurihnya ikan asap, menciptakan sensasi rasa yang unik dan menggugah selera," sebut Ali.
Ali menjelaskan, untuk menghasilkan cita rasa yang lezat, pucuk rotan muda harus melalui proses pengolahan yang khas. Batang rotan muda dipotong sepanjang satu meter, lalu dibakar di atas bara api selama sekitar 15 menit. Proses pembakaran ini menggunakan arang atau batok kelapa, yang memberikan aroma khas pada hidangan tersebut.
Setelah terbakar hingga kulitnya menghitam dan sedikit mengelupas, bagian dalam pucuk rotan yang empuk kemudian diambil dan siap disantap. Teknik pengolahan ini sudah diwariskan secara turun-temurun dan tetap dipertahankan hingga kini.
Meskipun berasal dari Tapanuli Bagian Selatan, pakat kini telah menjadi bagian dari budaya kuliner masyarakat Medan, khususnya saat bulan Ramadan. Banyak warga yang menjadikannya sebagai menu wajib berbuka puasa, baik karena rasanya yang khas maupun manfaat kesehatannya.
Bagi masyarakat Tabagsel yang tinggal di perantauan, menikmati pakat saat berbuka puasa bukan sekadar menikmati makanan, tetapi juga sebagai cara untuk mengenang kampung halaman.
"Kami yang tinggal di perantauan selalu mencari pakat saat Ramadan. Ini seperti membawa kembali kenangan masa kecil di kampung, saat berbuka puasa bersama keluarga," ungkap Ali.
(Mi7)
Belum ada Komentar untuk "Dulu Disantap Para Raja, Pucuk Rotan Kini Jadi Primadona di Bulan Ramadan"
Posting Komentar