Komisi VI DPR RI: Jangan Normalisasi Lonjakan Harga Pangan Selama Ramadan dan Idulfitri
LensaMedan - Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam, menegaskan, pemerintah tidak boleh menormalisasi fenomena lonjakan harga selama Ramadan dan Idulfitri.Ia mengingatkan segenap pemerintah harus bertindak tegas untuk menjaga daya beli rakyat.
Selama Ramadan dan Idulfitri, lonjakan harga pangan menjadi momok yang terus menghantui masyarakat Indonesia.
Tidak jarang, harga-harga kebutuhan pokok melonjak tajam, dampaknya menambah beban ekonomi masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah.
“Rakyat deg-degan setiap Ramadan, Pak. Mereka risau karena kebiasaan bulan puasa harga barang selalu naik. Kemarin, istri saya beli cabai, harganya sudah Rp100.000 per kilogram, bahkan tadi (pagi) naik lagi menjadi Rp120.000. Di Pasuruan dan Jombang, harga cabai juga sama, mahalnya. Padahal, menurut paparan Menteri Perdagangan, harga cabai seharusnya hanya Rp51.000,” ujar Mufti Anam dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama Perum Bulog Novi Helmy Prasetya di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Dirinya pun mengungkapkan rasa frustasi yang dialami masyarakat dengan kenaikan harga pangan yang tak terkendali.
Sebagai contoh, paparnya, harga minyak goreng di pasar tradisional mencapai Rp20.000, jauh lebih tinggi dari harga yang dipaparkan oleh Menteri Perdagangan yang mengklaim harga rata-rata minyak goreng adalah Rp17.200.
Menurutnya, perbedaan ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal mengendalikan harga yang sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan.
"Apakah pemerintah akan terus menormalisasi harga-harga yang tidak wajar ini? Saya rasa, tidak seharusnya harga-harga yang tidak terjangkau dijadikan hal yang ‘wajar’ menjelang Ramadan,” ungkap Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Tidak hanya itu, Mufti Anam, sapaan akrabnya, juga menyoroti lonjakan harga bawang putih yang dinilai tidak adil.
Berdasarkan data yang diperoleh, harga bawang putih rata-rata mencapai Rp43.000 per kilogram di pasar tradisional, padahal di pasar internasional harga bawang putih mengalami penurunan.
Namun kenyataannya, harga bawang putih tetap melonjak, diduga karena praktik spekulasi yang dilakukan oleh para pengusaha.
“Bawang putih, misalnya, harga internasionalnya turun dari US$1.400 per ton menjadi US$1.350 per ton. Dengan perhitungan yang rasional, harga bawang putih seharusnya tidak lebih dari Rp30.000 per kilogram,” jelasnya
Mufti Anam pun mengingatkan Kementerian Perdagangan untuk segera menyelesaikan masalah tersebut dengan memastikan agar para importir bawang putih mengikuti regulasi harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
“Keuntungan mereka sudah sangat besar, tidak perlu ada tekanan pada konsumen. Pemerintah harus membuat peraturan yang memastikan harga terjangkau, bukan hanya sekadar memaparkan angka yang tidak relevan dengan kenyataan di lapangan,” katanya.
Di sisi lain, dirinya juga menyoroti ketidakmampuan pemerintah untuk menegakkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET).
Dalam beberapa kasus, sebutnya, harga-harga pangan di pasar tradisional sudah jauh melebihi HET yang ditetapkan, seperti yang terjadi pada harga minyak goreng dan bawang putih.
"Bapak Menteri, kalau harga minyak goreng di pasar kami mencapai Rp20.000, itu sudah jelas lebih tinggi dari yang Anda sampaikan. Ini bukan masalah janji, tapi implementasi di lapangan," kritiknya.
Menurutnya, solusi yang lebih konkret diperlukan. Salah satunya adalah penetapan harga distributor yang jelas, agar pedagang tidak terjebak dalam praktik perbedaan harga yang sangat tinggi.
Jika harga di atas harga distributor yang ditetapkan, maka perusahaan harus bertanggung jawab dan bahkan dapat dikenakan sanksi hukum. (*)
(Jakarta)
Belum ada Komentar untuk "Komisi VI DPR RI: Jangan Normalisasi Lonjakan Harga Pangan Selama Ramadan dan Idulfitri"
Posting Komentar