Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman, Warisan Sejarah Dibangun dengan Putih Telur
LensaMedan – Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman bukan sekadar tempat ibadah. Masjid ini yang berdiri megah di Jalan Medan Sunggal, Kecamatan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara. Merupakan saksi sejarah perjuangan panjang rakyat Deli melawan kolonial Belanda.
Didirikan pada tahun 1885 oleh Raja Sunggal, Datuk Badiuzzaman Surbakti, masjid ini memiliki keunikan tersendiri, terutama dalam teknik pembangunannya yang menggunakan putih telur sebagai bahan perekat utama.
Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya dengan perjuangan rakyat Deli dalam melawan penjajahan Belanda. Sejarah mencatat bahwa sejak tahun 1672 hingga 1895, Tanah Deli menjadi medan perlawanan sengit antara para datuk dan raja setempat dengan kolonial Belanda dalam perang yang dikenal sebagai Perang Tanduk Benua atau Perang Songgal.
Pembangunan masjid ini pun tidak lepas dari upaya Belanda untuk menghalangi berdirinya bangunan keagamaan di wilayah tersebut. Pemerintah kolonial saat itu melarang penggunaan semen dalam pembangunan masjid, sebagai bentuk tekanan terhadap masyarakat setempat.
Namun, Datuk Badiuzzaman Surbakti beserta para pengikutnya tidak menyerah. Dengan kreativitas dan tekad kuat, mereka menggunakan putih telur sebagai bahan perekat pasir dan tanah untuk membangun masjid yang hingga kini masih berdiri kokoh.
Menurut Datuk Muhammad Ikram, pengurus Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman, masjid ini menjadi bukti nyata kegigihan masyarakat dalam mempertahankan nilai-nilai keagamaan dan budaya di tengah tekanan penjajahan.
"Masjid ini dibangun sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial Belanda yang saat itu melarang pendirian masjid di Tanah Deli. Datuk Badiuzzaman Surbakti dan pengikutnya tidak menyerah, mereka tetap membangun masjid ini dengan menggunakan putih telur sebagai perekat bangunan. Hingga kini, masjid ini menjadi saksi sejarah perjuangan raja dan datuk dalam mempertahankan tanah leluhur mereka," ujar Datuk Muhammad Ikram, Rabu (5/3/2025).
Dijelaskannya. Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman tidak hanya memiliki nilai sejarah tinggi, tetapi juga keunikan dalam arsitekturnya. Bangunan masjid ini memiliki enam jendela yang didominasi warna hijau dan kuning, warna khas yang melambangkan budaya Suku Karo dan Melayu.
Di bagian dalam, masjid ini memiliki empat pilar hijau yang berfungsi sebagai penyangga utama sekaligus ornamen yang memperkuat kesan tradisional. Selain itu, terdapat sebuah mimbar permanen yang terbuat dari batu, memperkuat nuansa klasik dan keunikan masjid ini.
"Kami dari pihak Kenaziran Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman akan terus menjaga keaslian bangunan ini agar nilai sejarahnya tetap terjaga," ungkap Datuk Muhammad Ikram.
Keunikan lainnya, masjid ini juga berlokasi berdampingan dengan instalasi PDAM Tirtanadi, menjadikannya salah satu landmark bersejarah di Kota Medan yang tetap bertahan melintasi zaman.
Hingga kini, Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman masih menjadi pusat ibadah yang ramai dikunjungi, terutama saat bulan suci Ramadan. Setiap harinya, warga dari berbagai daerah, baik dari Medan maupun luar kota, datang untuk melaksanakan salat lima waktu, tadarus, serta beristirahat sembari menunggu waktu berbuka puasa.
"Selama bulan Ramadan, masjid ini selalu ramai. Banyak jemaah yang datang silih berganti sejak siang hingga menjelang berbuka puasa. Ada yang berasal dari Medan, tetapi banyak juga dari luar kota yang sengaja datang untuk beribadah di sini," jelas Datuk Muhammad Ikram.
Selain menjadi tempat ibadah, masjid ini juga rutin mengadakan berbagai kegiatan keagamaan, seperti pengajian, tadarus Al-Qur’an, serta buka puasa bersama. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan menjadi bagian dari upaya menjaga keberlangsungan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat.
"Kami sering mengadakan berbagai kegiatan keagamaan selama Ramadan, seperti pengajian dan buka puasa bersama. Dahulu, masjid ini juga digunakan oleh para raja dan datuk sebagai tempat musyawarah serta mengatur strategi dalam perang Songgal melawan penjajahan Belanda," tambahnya.
Sebagai salah satu masjid tertua di Kota Medan, Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman menjadi simbol keteguhan dan semangat perjuangan masyarakat dalam menjaga agama dan budaya mereka. Keberadaannya tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga sebagai pengingat sejarah panjang Tanah Deli yang pernah menjadi medan perjuangan melawan penjajah.
Dengan tetap berdirinya masjid ini hingga sekarang, masyarakat Sunggal dan sekitarnya berkomitmen untuk terus merawat dan menjaga keasliannya agar tetap menjadi salah satu ikon sejarah dan keagamaan di Kota Medan.
"Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga warisan sejarah yang harus kita jaga. Keasliannya akan terus dipertahankan agar generasi mendatang bisa melihat dan memahami bagaimana perjuangan para pendahulu kita dalam mempertahankan Tanah Deli," tutup Datuk Muhammad Ikram.
(Mi7)
Belum ada Komentar untuk "Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman, Warisan Sejarah Dibangun dengan Putih Telur"
Posting Komentar